Secangkir Merah Darah

Meneguk secangkir air anggur,

seperti;

tumpahnya ke hati,

Nikmatnya berfantasi.

Tapi, 

siapa kan sanggup berdepan realiti,

sakitnya meracau ketika sepi,

datang sendiri. 

yang bukan mimpi.

Sebuah lagu, Sang Bunga Azalia. - Ali Sastra-

Ku lihat bintang-bintang
tersenyum saksikan kau merekah
sang kumbang datang hap.. hap.. hinggap perlahan
bunganya merekah, berkembang-kembang

Warnamu merah, merah
semerah danau di Katumiri 
aku melangkah tu, wa, ga, mendekati
betapa indahnya, ku suka..

Detik-detik waktuku kian berlalu
tak jemu aku memandangnya
detak-detak jantungku, berdenyut s'lalu 
ku jatuh hati memetiknya

Azalia kau bunga yang ku cinta..

Azaliaku.. Azaliaku..
Azalia kau bunga.. yang ku cinta.. 

BITARA peneman BIRU.

Rinci waktu aku merinai
sebuah lagu mengenyangkan
hati,
menyesar segala tercema
antara khilaf atau benar
yang mencemar biru kamar
lalu basahnya di kantung 'ain

Sering titik detik menjadi debar
oleh kata manusia yang kotor bertebar
dan selalunya, yang dipilih itu hanya sabar.

Memohon;
Berlalulah engkau,'hari ini'
yang sering menyesah ulang sejarah resah.
Kemarilah cepat engkau, yang 'esok'
memberi lagi manis kisah seperti engkau,'kelmarin'.

Sebelum tumpahnya kekal ke mana?
Bitara buat
pemilik biru itu siapakah?.

Dihujung atma kata
tercalit sebuah doa;
Rabb;
pinjamkan bahagia buat kita , buat kami
-azalea dan juga dia,pemetik bunganya.